Jumat, 12 Maret 2010

Kemandirian Usaha Kecil dan Menengah

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai fungsi strategis dalam perekonomian suatu negara, termasuk Indonesia. Selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi, usaha skala jenis ini lebih fleksibel terhadap turbulensi ekonomi. Sifatnya yang padat karya juga mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja.

Kini, sudah selayaknya UKM memberikan pengaruh yang lebih luas, baik dalam hal hasil produksi bagi masyarakat maupun dalam mengurangi tingkat pengangguran. Namun, terdapat berbagai permasalahan dan kekurangan yang mengganjal dalam menjalankan UKM ini. Peran pemerintah sebagai perumus kebijakan diperlukan hanya untuk mendukung terciptanya proses ekonomi yang lebih efektif dan efisien. Dari sekian banyak peran yang dapat dilakukan, pemerintah harus memfokuskan diri dalam hal (i) Membantu kelancaran distribusi bahan baku dan hasil produksi dengan meningkatkan infrastruktur serta mengurangi pungutan liar untuk menciptakan pengangkutan yang efisien. (ii) Mendorong terciptanya tingkat suku bunga komersial yang dapat dijangkau UKM, baik oleh bank BUMN maupun swasta. (iii) Memberikan pelatihan teknologi dan pembinaan manajemen UKM agar lebih kompetitif. (iv) Menjamin tercipatanya persaingan yang benar dan adil (non-monopoly competitiveness) baik antara sesama UKM ataupun dengan usaha berskala besar.

Peran yang lebih dominan harus dilakukan oleh UKM itu sendiri. Kreativitas menjadi kata kunci yang harus dikembangkan. Dengan meningkatkan kreativitas, UKM bisa menciptakan differentiation terhadap usaha-usaha yang ada. Faktor pembeda inilah yang menjadi competitive advantage UKM dalam menghadapi persaingan. Tentu saja, harus disertai dengan peningkatan kualitas produk tersebut. Selain itu, unsur-unsur marketing, seperti perpaduan marketing mix, pelaksanaan Integrated Marketing Communication (IMC) yang efektif dan peningkatan relationship marketing, harus lebih diperhatikan lagi. Dalam hal inilah, UKM Indonesia masih jauh tertinggal dari usaha sejenis di negara lain.

Pelaku UKM Indonesia akan bisa bersaing ketika tidak terlalu bergantung dengan bantuan pemerintah, namun lebih mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Terkait dengan adanya perjanjian kerjasama perdagangan ASEAN dan China (ACFTA), seharusnya UKM bisa berpikir bahwa perdagangan tanpa tarif ini akan semakin membuka peluang potensial dalam pengembangan pasar. Hal ini harus disikapi dengan penggandaan motivasi untuk berkreasi dan bersaing lebih efisien. Sebagaimana mestinya, usaha-usaha yang tidak mampu efisien harus mengakui kekalahan dan mundur dari suatu perekonomian.

Ketika berbicara pada hal yang lebih radikal dalam meningkatkan daya saing UKM, hal yang mesti disikapi adalah jiwa entrepreneur. Seringkali masyarakat Indonesia takut dan tidak punya inisiatif untuk menjalankan usaha. Bahkan lulusan perguruan tinggi, terlebih yang berasal dari jurusan bisnis dan manajemen cenderung memilih “bermain aman” dengan menjadi pegawai di perusahaan yang sudah berkembang. Di bidang inilah peran pemerintah dan akademisi lebih dibutuhkan. Langkah nyata yang dapat dilakukan adalah dengan menanamkan mental wirausaha di dunia pendidikan, seperti memasukkan mata ajar kewirausahaan pada sekolah menengah atas dan perguruan tinggi. Di samping itu, pemberian bantuan soft loan bagi pelajar/ mahasiswa yang ingin memulai menjalankan usahanya juga dapat menjadi alternatif solusi dalam meningkatkan jiwa wirausaha bangsa ini.